Sejarah Singkat Ritual Melempar Jumrah
Ritual Melempar Jumrah adalah salah satu dari beberapa rangkaian
ibadah mesti dilakukan oleh jamaah haji. Hukum dari lempar jumroh sendiri ialah
wajib, dan bila tidak dilaksanakan, maka jamaah haji akan terkena dam ibadah haji.
Pada praktiknya melempar jumrah yakni melempari semacam tiang
besar (jumrah) dengan batu - batu kecil. Karena ukurannya yang besar, lokasi jumrah
ini pun ada yang menyebutnya sebagai tembok atau tugu. Sejatinya Melempar
jumrah bukanlah melempar tugu, melainkan ini adalahsimbolisasi umat Islam dalam
melawan setan.
Tiang yang ada di lokasi melempar Jumrah merupakan tempat
untuk menandai tempat kemunculan setan yang lantas dilempar kerikil oleh
Ibrahim as. Terdapat tiga tugu untuk melempar Jumrah, yakni Ula, Wustha, dan
Aqabah. Dengan masing – masing terpisah jarak antara 200m hingga 250 meter
Tata Cara Melempar Jumrah
Melempar jumrah dilaksanakan selama 3 hari berturut-turut,
yakni pada hari yang kita kenal pada tanggal 10, 11, dan 12 pada bulan
Dzulhijjah dalam penanggalan Islam. Ada pun yang menambahkan satu hari lagi,
yakni pada tanggal 13 Dzulhijjah.
Dalam melaksanakan ibadah melempar jumrah, jamaah haji bermalam di Mina. Bermalam
di Mina ini dalam ibadah haji sifatnya wajib, sampai-sampai sesiapa yang tidak
bermalam di Mina maka dikenai sanksi, berupa membayar denda atau Dam.
Saat ini lokasi Mina dipenuhi oleh ribuan tenda ber-AC
jamaah haji yang hanya di fungsikan setahun sekali. Suasana pada saat puncak ritual
mabit dan melontar jumrah tak ubahnya seperti bumi perkemahan raksasa, dengan
jutaan “peserta” dari seluruh penjuru dunia. Diluar musim haji, tenda tahan api
ini tetap dibiarkan terbuka dan menjadi objek kunjungan ziarah dan city tour
jamaah umroh.
Lokasi melempar jumrah pun ada 3 jumrah yang mesti
dilemapari, yakni Jumrah Ula, Jumrah Wusta, dan Jumrah Aqobah. Masing-masing tugu
jamarat dilempari sejumlah 7 kali dan urutannya mesti mengikuti aturan yang telah ditetapkan sebagaimana
manasik Rasulullah SAW saat melaksanakan ibadah haji.
Sejarah Singkat Ritual Melempar Jumrah
Sejarah Singkat Ritual Melempar Jumrah diawali ketika Nabi
Ibrahim menunjukkan ke-taat-an terhadap perintah Allah sekitar 4.000 tahun yang
lalu. Momentum itu Tepatnya terjadi saat Nabi Ibrahim AS dalam perjalanan ke
sebuah tempat guna menyembelih putranya Nabi Ismail AS. Selama perjalanan Nabi
Ibrahim AS bertemu setan yang menjelma dalam bentuk manusia.
Setan itu ingin menggoda Nabi Ibrahim supaya menghentikan
niatnya guna menyembelih Ismail. Namun dengan keyakaninan yang kuat untuk
melaksanakan perintah Allah SWT yang diwahyukan
melalui mimpi Beliau ,Nabi Ibrahim AS tetap kukuh akan mengemban perintah-Nya.
Oleh karena itu, saat bertemu setan sekitar perjalanan
berikut Nabi Ibrahim memungut tujuh batu krikil dan melempar kearah setan.
Rencana setan tidak sukses kepada Nabi Ibrahim, kemudian dia
lantas membujuk istri Ibrahim yakni Siti Hajar. Setan memprovokasi Siti Hajar,
bahwa sebagai seorang ibu tentu tak bakal sampai hati mesti mengorbankan buah
hatinya untuk menunaikan perintah Allah SWT. Namun diluar dugaan, Siti Hajar justeru melakukan yang sama laksana
Nabi Ibrahim AS, yakni melempari setan dengan batu kerikil sebanya 7 buah.
Tidak sampai di situ saja, setan pun mengupayakan
menggoyangkan iman Ismail, karena dirasakan masih rapuh keimanannya. Namun
Ismail pun seperti ayah dan Ibunya, kukuh dengan keyakinannya,lalu mengerjakan
perlawanannya membuang setan dengan kerikil 7 buah juga.
Begitulah sejarah dari melempar jumrah yang menjadi
pelajaran untuk umat Islam. Pelemparan batu kerikil ini lantas menjadi
keharusan yang mesti dilaksanakan oleh semua umat Islam selama mengemban ibadah
haji.
Banyak jamaah yang salah kaprah seolah saat melempar tugu mereka benar –
benar sedang melempar setan. Dengan sekuat tenaga, bahkan terkadang penuh
emosional. Tak cukup disitu, sandal japit, kaleng bekas, botol bekas, sampai sampah
pun mereka lemparkan sebagai luapan emosional seolah setan benar – benar Nampak
dan dilempari.
Padahal jika di teladani secara seksama, ritual melempar
jumrah ini sebagai format keteladanan atas keagungan dan ketakwaan Nabi Ibrahim
AS, istrinya Hajar dan anaknya Nabi Ismail AS kepada Allah SWT.